BATASAN TAAT KEPADA ORANG TUA
Oleh Ustadz
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Secara umum kita diperintahkan taat kepada orang tua. Wajib taat
kepada kedua orang tua baik yang diperintahkan itu sesuatu yang wajib, sunnah
atau mubah. Demikian pula bila orang tua melarang dari perbuatan yang haram,
makruh atau sesuatu yang mubah kita wajib mentaatinya.
Lebih dari itu, kita juga wajib mendahulukan berbakti kepada orang tua
dari pada perbuatan wajib kifayah dan sunnah. Mengenai hal diatas para ulama
telah beristimbat dari kisah Juraij yang hidup jauh sebelum masa Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
"Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
katanya, "Seorang yang bernama Juraij sedang mengerjakan ibadah di sebuah
sauma (tempat ibadah). Lalu ibunya datang memanggilnya, "Humaid berkata,
"Abu Rafi' pernah menerangkan kepadaku mengenai bagaimana Abu Hurairah
meniru gaya ibu Juraij ketika memanggil anaknya, sebagaimana beliau
mendapatkannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu dengan
meletakkan tangannya di bagian kepala antara dahi dan telinga serta mengangkat
kepalanya, "Hai Juraij ! Aku ibumu, jawablah panggilanku'. Ketika itu
perempuan tersebut mendapati anaknya sedang shalat. Dengan keraguan Juraij
berkata kepada diri sendiri, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi Juraij
telah memilih untuk meneruskan shalatnya. Tidak berapa lama selepas itu,
perempuan itu pergi untuk yang kedua kalinya. Beliau memanggil, 'Hai Juraij !
Aku ibumu, jawablah panggilanku'. Juraij bertanya lagi kepada diri sendiri, 'Ya
Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi beliau masih lagi memilih untuk meneruskan
shalatnya. Oleh karena terlalu kecewa akhirnya perempuan itu berkata, 'Ya
Allah, sesungguhnya Juraij adalah anakku. Aku sudah memanggilnya berulang kali,
namun ternyata ia enggan menjawabnya. Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia
sebelum ia mendapat fitnah yang disebabkan oleh perempuan pelacur'. Pada suatu
hari seorang pengembala kambing sedang berteduh di dekat tempat ibadah Juraij
yang letaknya jauh terpencil dari orang ramai. Tiba-tiba datang seorang
perempuan dari sebuah dusun yang juga sedang berteduh di tempat tersebut.
Kemudian keduanya melakukan perbuatan zina, sehingga melahirkan seorang anak.
Ketika ditanya oleh orang ramai, 'Anak dari siapakah ini ?'. Perempuan itu
menjawab. 'Anak dari penghuni tempat ibadah ini'. Lalu orang ramai
berduyun-duyun datang kepada Juraij. Mereka membawa besi perajang. Mereka
berteriak memanggil Juraij, yang pada waktu itu sedang shalat. Maka sudah tentu
Juraij tidak melayani panggilan mereka, akhirnya mereka merobohkan bangunan
tempat ibadahnya. Tatkala melihat keadaan itu, Juraij keluar menemui mereka.
Mereka berkata kepada Juraij. 'Tanyalah anak ini'. Juraij tersenyum, kemudian
mengusap kepala anak tersebut dan bertanya. 'Siapakah bapakmu?'. Anak itu
tiba-tiba menjawab, 'Bapakku adalah seorang pengembala kambing'. Setelah
mendengar jawaban jujur dari anak tersebut, mereka kelihatan menyesal, lalu
berkata. 'Kami akan mendirikan tempat ibadahmu yang kami robohkan ini dengan
emas dan perak'. Juraij berkata, 'Tidak perlu, biarkan ia menjadi debu seperti
asalnya'. Kemudian Juraij meninggalkannya". [Hadits Riwayat Bukhari
-Fathul Baari 6/476, dan Muslim 2550 (8)].
Kisah di atas diceritakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
sedang menjelaskan tentang tiga orang yang dapat berbicara sewaktu kecil, yang
pertama adalah Isa bin Maryam yang berbicara ketika masih bayi, kedua Ashabul
Ukhdud yang tercantum dalam surat Al-Buruj dan ketiga adalah kisah Juraij ini.
Pada hadits ini Juraij melihat wajah pelacur karena do'a ibunya
setelah Juraij tidak memenuhi panggilannya dengan sebab tetap mengerjakan
shalat sunnah. Para ulama beristimbat dengan hadits ini bahwa shalat sunnah
harus dibatalkan untuk memenuhi panggilan ibu.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran bahwa taat kepada kedua
orang tua harus didahulukan dari ibadah sunnah, lebih ditekankan lagi apabila
orang tua kita menyuruh kita untuk melakukan ibadah yang bersifat sunnah atau
wajib kifayah [Bahjatun Nazhirin I/347]
Ibnu Hazm berkata, "Tidak boleh jihad kecuali dengan izin kedua
orang tua kecuali kalau musuh itu sudah ada di tengah-tengah kaum muslimin maka
tidak perlu lagi izin" [Al-Muhalla 7/292 No. 922]
Kata Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, beliau mengatakan bahwa
izin itu harus didahulukan daripada jihad kecuali kalau sudah jelas wajibnya
jihad dan musuh sudah berada ditengah-tengah kita maka didahulukan jihad.
Para ulama membawakan beberapa hadits bahwa selama jihad tersebut
fardhu kifayah maka harus didahulukan berbakti kepada kedua orang tua.
Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Nasa'i dari Abdullah bin Amr bin 'Ash.
"Artinya : Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam meminta izin untuk jihad. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya, "Apakah bapak ibumu masih hidup ?" orang itu menjawab,
"Ya" maka kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Hendaklah
kamu berbakti kepada keduanya" [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim 5/2529 Abu
Dawud 2529, Nasa'i, Ahmad 2/165, 188, 193, 197 dan 221]
Juga yang diriwayatkan oleh Muslim (no. 2549) dari Abdullah bin Amr
bin 'Ash.
"Artinya : Ada yang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, "Ya Rasullullah aku berbaiat kepadamu untuk hijrah dan berjihad
ingin mencari ganjaran dari Allah". Kata Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup ?", kata orang tersebut
"Bahkan keduanya masih hidup". "Apakah engkau mencari ganjaran
dari Allah ?. "Orang itu menjawab, "Ya aku mencari ganjaran dari
Allah". "Kembali kepada kedua orang tuamu, berbuat baiklah kepada
keduanya". Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya pulang"
[Hadits Riwayat Muslim No. 2549]
Dalam riwayat lain yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
dan Nasa'i, dikatakan :
"Artinya : Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam dan berkata, "Ya Rasulullah saya akan berba'iat kepadamu untuk
berhijrah dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis".
Kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Kembali kepada kedua orang
tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya
menangis" [Hadits Riwayat Abu Dawud 2528, Nasa'i dalam Kubra, Baihaqi dalam
Hakim 4/152]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa'i dengan sanad yang
hasan dari Muawiyah bin Jaa-Himah.
"Artinya : Jaa-Himah Radhiyallahu 'anhu datang kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Ya Rasulullah aku ingin perang dan
aku datang kepadamu untuk musyawarah". Kemudian kata Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, "Apakah kamu masih mempunyai ibu?". Kata orang
ini, "Ibu saya masih hidup". Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Hendaklah kamu tetap berbakti kepada ibumu karena sesungguhnya surga berada
di kedua telapak kaki ibu" [Hadits Riwayat Nasa'i, Hakim 2/104, 4/151,
Ahmad 3/329]
Dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni beliau mengatakan
kenapa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang beberapa hadits
ini ketika disebutkan jihad, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh anak
ini untuk meminta izin kepada kedua orang tua. Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Sesungguhnya berbakti kepada kedua orang tua adalah fardlu 'ain
didahulukan daripada fardhu kifayah"
Posted at 05:14
pm by 4n1z4
0 komentar:
Posting Komentar